Strata Sosial / Jabatan
Perbedaan dalam strata Sosial / Jabatan merupakan
pengelompokan anggota masyarakat berdasarkan status sosial yang dimiliki di
dalam kehidupan masyarakat. Status sosial adalah kedudukan seseorang dalam
suatu pola soaial (hubungan sosial) tertentu. Seperti yang diketahui, bahwa
biasanya seseorang tidak hanya memiliki satu pola sosial (hubungan sosial),
melainkan beberapa pola sosial (hubungan sosial). Oleh karena itu, biasanya seseorang
memiliki lebih dari satu kedudukan (status sosial). Bisa saja Si AA
berkedudukan sebagai pimpinan parpol yang sekaligus berkedudukan sebagai
pejabat negara, pembina olah raga, dan sebagainya.
Untuk memberikan penilaian, apakah seseorang memiliki status
(kedudukan) sosial lebih tinggi atau lebih rendah dalam kehidupan sosial,
Talcott Parsons mengemukakan lima kriteria sebagai berikut:
1) Kelahiran, yakni status yang diperoleh berdasarkan
kelahiran, seperti jenis kelamin, kebangsawanan, ras, dan lain-lain.
2) Kepemilikan, yakni status yang diperoleh berdasarkan
harta kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
3) Kualitas pribadi, yakni status yang diperoleh berdasarkan
kualitas-kualitas kepribadian yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti
kecerdasan, kelembutan, kebijaksanaan, dan lain sebagainya.
4) Otoritas, yakni status yang diperoleh berdasarkan
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sehingga bersedia mengikuti segala
sesuatu yang diinginkan.
5) Prestasi, yakni status yang diperoleh berdasarkan prestasi
yang dicapai, baik dalam hal berusaha, pendidikan, pekerjaan, dan lain
sebagainya.
Berdasarkan kriteria sosial, masyarakat dapat digolongkan ke
dalam berbagai lapisan yang dikenal dengan kelas sosial. Contoh nyata dari
kelas sosial ini dapat diperhatikan pada sistem kasta yang terdapat pada
masyarakat Hindu Bali. Dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali dikenal sistem
kasta yang terdiri dari empat bagian, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan
Sudra. Kasta Brahmana merupakan lapisan sosial yang terdiri dari kaum pendeta
dan ahli agama Hindu. Kasta Ksatria merupakan lapisan sosial yang terdiri dari
kaum bangsawan. Kasta Waisya merupakan lapisan sosial yang terdiri dari kaum
petani dan kaum pedagang. Sedangkan Kasta Sudra merupakan lapisan sosial yang
terdiri dari para pekerja kasar seperti tukang batu, tukang kayu, dan lain
sebagainya.
Kasta merupakan stratifikasi sosial yang bersifat tertutup.
Artinya, jika seseorang dilahirkan sebagai seorang Sudra, maka selamanya orang
tersebut akan menjadi seorang Sudra. Bahkan, seorang Sudra akan melahirkan
kelompok Sudra pula. Demikian juga seorang Brahmana, Ksatria, maupun Waisya,
kasta tersebut juga dilahirkan dan sekaligus akan melahirkan kasta yang sama,
yaitu Brahmana, Ksatria, dan Waisya. Meskipun sistem kasta dalam kehidupan
masyarakat Bali tidak terlalu ketat memisah-misahkan antara kasta yang satu
dengan kasta yang lainnya, akan tetapi sistem kasta tersebut sangat berpengaruh
terhadap sistem adab dan tata cara pergaulan sehari-hari. Misalnya, seorang
Brahmana pantang melakukan perkawinan dengan seorang Sudra atau kasta yang
lebih rendah lainnya.
Status sosial yang terjadi dalam sistem kasta bersifat
keturunan. Artinya, kasta merupakan status sosial yang dapat diwariskan. Dengan
demikian, kasta merupakan status bawaan (ascribed status) yang sangat berbeda
dengan status yang diusahakan (achieved status). Pada masyarakat modern, status
sosial lebih cenderung diusahakan (achieved status), bukan diperoleh secara
keturunan (ascribed status). Status sosial yang diusahakan tersebut, menurut William
J. Goode, secara bertingkat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:
(1) profesional (professional),
(2) pengusaha (business),
(3) karyawan kantor (white collar),
(4) pekerja trampil (skilled),
(5) pekerja semi trampil (semiskilled),
(6) jasa domestik dan perorangan (domestic and personal
service),
(7) pertanian (farm),
(8) tenaga kasan nonpertanian (nonfarm labor).
Setiap orang bisa saja mencapai salah satu atau lebih dari
status sosial tersebut asalkan berusaha secara sungguh-sungguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar